Buku yang sedang Anda baca ini, “Etnik politik: Pergulatan etnisitas di Dairi pada arena sosial-politik dan pemerintahan, kultural, serta agama,” pada awalnya adalah disertasi penulis berjudul: “Kontestasi identitas etnik pada politik lokal: Studi tentang makna etnisitas di Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara”. Kajian dilatarbelakangi adanya deprivasi politik dan pemerintahan, marginalisasi atribut sosiokultural dan eksklusi etno-religio. Adapun fokus dan masalah kajian ialah; (1) benarkah etnisitas memuat identitas etnik primordial, konstruktif dan kombinatif pada kontestasi identitas etnik untuk memperebutkan ruang politik dan pemerintahan, ruang sosiokultural dan ruang sosioreligio di Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara?, dan (2) konfigurasi makna etnisitas manakah yang lebih menonjol pada kontestasi identitas etnik untuk memperebutkan ruang politik dan pemerintahan, sosiokultural dan sosioreligio. Kontribusi akademik kajian, etnik politik bermuara pada etnisitas sebagai referensi personal, sumber motivasi dan konstruksi simbol sosial guna memahami peluang sosial yang menguntungkan, baik bagi aktor maupun keberlanjutan etnistas. Secara praktis, kajian ini memberikan model-model kontestasi pada setiap ruang yang mempertautkan setiap kepentingan berbasis etnisitas. Kebaharuan (novelty) kajian bahwa etnik politik, tidak dapat dipahami secara parsial melainkan mengintegrasikan seluruh pendekatan etnisitas yang ada.
Buku ini adalah semacam course book, bahan ajar yang disusun untuk memudahkan pemahaman atas etnisitas mencakup kelompok etnik (ethnic group), politik etnik (ethnic politic), dan identitas (identity) yang kerab bermain di arena sosial, ekonomi, politik, dan kultural. Ethnic politic atau identity politic sebagai bagian dari etnisitas adalah pemahaman akan energi dan simbol sosial yang mampu didesain sebagai “strategi atau taktik”, “kelompok kepentingan” ataupun “alat mobilisasi” sesuai situasi etnisitas (ethnicity situation) pada dunia sosial yang tidak setara (disequlibrium), entah oleh hegemoni, sub-ordinasi, eksklusi, marginalisasi, keterbelakangan, ketimpangan dan lain-lain. Etnisitas, yang memiliki beban primordial dan psikologis, nyatanya mampu dikonstruksi untuk merebut atau mempertahankan keuntungan ataupun kesempatan sosial. Dalam aktivitas antropologi politik, etnisitas dipahami sebagai referensi personal, sumber motivasi dan konstruksi simbol sosial untuk memahami dunia sosial (personal references, sources of motivation and construction of social symbols to understand the social world). Identitas, dengan demikian adalah himpunan pengaturan simbol sosial untuk mengarahkan anggotanya memahami dan menafsirkan dunia sosial (set of arrangements of social symbols to direct its members to understand and interpret the social world). Etnisitas adalah radar sosial (social radar).
Buku ini menguraikan pertumbuhan dan perkembangan arkeologi di Eropa, khususnya Inggris yang berkembang hingga Indonesia sejak kolonialisme Belanda dan terus berkembang hingga saat ini. Bagi mahasiswa, buku ini berkontribusi atas penumbuhan kompetensi dalam memahami gagasan masa lalu yang berkontribusi pada kehidupan masa kini. Buku ini disusun bukan sebagai seorang ahli arkeologi (Arkeolog; Archaeologist) melainkan berdasar pengalaman selama menggeluti arkeologi sejak 2008 hingga sekarang. Penulis adalah seorang dosen pada Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan. Ketertarikan atas arkeologi lebih didorong analisisnya untuk merekonstruksi “gagasan masa lalu” (the idea of the past) yang berkontribusi pada kehidupan masa kini. Meskipun pada awalnya samasekali tidak memahami disiplin ilmu ini, namun, keterlibatan dalam puluhan riset arkeologi, kegiatan ilmiah, katakanlah diskusi, seminar maupun konferensi, termasuk persahabatan dengan para ahli arkeologi kiranya menuntun wawasan keilmuan dan cara berfikir masa kini terhadap masa lalu. Hari ini, bukan saja sebagai pengampu subject matter Arkeologi melainkan “Ahli Cagar Budaya” (Heritage Expert) yang banyak terlibat dalam merekomendasikan penetapan maupun regulasi Cagar Budaya sesuai Undang-Undang nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Buku ini, layak dibaca mahasiswa dan penikmat arkeologi guna menambah wawasan berfikir tentang gagasan masa lalu.
Buku yang mengulas tentang transformasi Kampung Meidan menjadi kota modern di Sumatra Timur. Didasarkan pada hasil kajian mutakhir tentang urban heritage menyangkut masa lalu dan kini, serta peluang kelestarian di masa depan. “Kampung Meidan” berpenduduk kurang dari 2.000 orang pada 1823 serta Istana Sultan Deli di Labuhan yang menyerupai “gubuk reot‟ pada 1872, mendadak berubah menjadi megah terlihat pada perkembangan ekonomi, bisnis, kemajemukan penduduk dan budaya, maupun perkembangan kewilayahan. Jikapun hari ini kita mengenal sekolah, bank, hotel, cafe, koran, kereta api, asuransi, pelabuhan, bandar udara, kolam renang, lapangan sepakbola, kebun bunga, bioskop, balai penelitian, gereja, jembatan, percetakan, toko buku, dan lain-lain, semuanya adalah dampak positif dari perkebunan yang dipelopori dan dirintis oleh Jacob Nienhuijs.
Buku yang menjelaskan Medan Merdeka Square dan sekitarnya (MMS) sebagai historic inner-city area, zona paling bernilai sejarah (historic valuable zone) di Kota Medan seluas 22,8 hektar, panjang 525 meter dan lebar 435 meter, terdiri atas 7,3 hektar lapangan rumput dengan panjang 325 meter dan lebar 225 meter dan dikelilingi 15,5 hektar kawasan dimana berdiri 16 gedung bersejarah eksisting. MMS mengintegrasikan gedung bersejarah dan lapangan rumput, urban heritage yang memunculkan a dazzling night vision pada malam hari.